UndangUndang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dalam pasal 6 menyatakan: “Semua Hak atas Tanah mempunyai Fungsi Sosial”. Maksud yang terkandung dalam pasal tersebut adalah walaupun telah dipegang bukti hak berupa sertifikat yang secara hukum terkuat sepanjang tidak ada dapat membuktikan sebaliknya,
RezimHak Atas Informasi. Hak atas informasi merupakan bagian dari hak asasi manusia yang tercantum dalam article 19 Piagam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) pada tahun 1946. [1] Majelis Umum PBB telah mengadopsinya pada 10 Desember 1948. [2] Negara negara di dunia telah meratifikasinya sesuai dinamika internal masing-masing.
SertipikasiHak Atas Tanah PRODA dimaksud merupakan akses masyarakat terhadap edukasi, lingkungan, ekonomi, sosial budaya dan jaminan kekuatan hukum. Dengan sertipikat tersebut, diharapkan masyarakat mampu mendayagunakan lahan secara optimal dan tetap menjaga kelestarian lingkungan secara berkelanjutan guna mendukung visi Jawa Tengah, “Menuju
MemperkuatKlaim Perempuan terhadap Hak Sipil dan Meningkatkan Akses atas Perlindungan Sosial The Village Regulation on Marriage Verification: Membuka Jalan untuk Pembangunan Inklusif Gender di Daerah Perdesaan Indonesia: Bunga Rampai Kajian Aksi Kolektif Perempuan dan Pengaruhnya pada Pelaksanaan Undang-undang Desa [Forging Pathways
StatusKepemilikan Hak Atas Tanah Adat Marga dalam Kebijakan Penataan Aset Reforma Agraria Di Kabupaten Maluku Tenggara. Promulgation of Law Number 5 of 1960, brought its own consequences in terms of regulation of agrarian resources, including earth, water, space and natural resources contained therein. Jalan Ir. M. Putuhena, Kampus Poka
yNq4. LEGAL OPINION Question Apakah jalan umum yang selama ini menjadi akses jalan keluar masuk warga setempat, dapat diajukan sertifikat tanah oleh suatu pihak? Brief Answer Tanah yang selama ini berfungsi sebagai jalan umum, tidak dapat diajukan permohonan hak atas tanah, karena terkait fungsi sosial alias kepentingan publik. Bila pelanggaran asas tersebut terjadi, dapat diajukan pembatalan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara PTUN karena Kantor Pertanahan selaku lembaga penerbit sertifikat hak atas tanah, telah melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik, terutama asas kecermatan. Sebagai ilustrasi, bercermin pada putusan Mahkamah Agung RI sengketa tata usaha negara register Nomor 50 K/TUN/2013 tanggal 28 Maret 2013, perkara antara - RENAWATIE SETIAWAN, sebagai Pemohon Kasasi dahulu sebagai Tergugat II Intervensi; melawan - RUSDI, selaku Termohon Kasasi dahulu sebagai Penggugat; dan - KEPALA KANTOR PERTANAHAN KOTA PEKANBARU, selaku Turut Termohon Kasasi dahulu sebagai Tergugat. Penggugat RUSDI memiliki sebidang tanah yang terletak di Provinsi Riau berdasarkan Sertifikat Hak Milik No. 1856/Desa Simpang Baru yang kemudian dibangun perumahan yang dijual kepada masyarakat. Pada tanggal 27 Agustus 2011, jalan akses masuk ke tanah masyarakat dan ke tanah komplek perumahan milik Penggugat dipagar oleh Renawatie Setiawan yang mengaku mempunyai Sertipikat atas tanah tersebut, dengan mendirikan pagar kawat berduri setinggi lebih kurang 2 dua meter dan lebar lebih kurang 8 delapan meter, sehingga menutup secara total satu-satunya akses masuk jalan ke tanah komplek perumahan milik Penggugat dan menutup jalan masuk tanah masyarakat setempat, mengakibatkan aktifitas pembangunan perumahan Penggugat dan aktifitas jalan ke tanah masyarakat terganggu akibat dari penutupan jalan dimaksud. Jalan akses masuk ke tanah perumahan yang ditutup adalah dengan lebar 8 meter X 58 meter. Oleh karena akses masuk jalan ke tanah perumahan Penggugat dan jalan ke tanah masyarakat ditutup, maka pada tanggal 08 September 2011, masyarakat setempat beramai-ramai datang ke lokasi tanah, membuka pagar kawat berduri yang didirikan oleh Renawatie Setiawan agar aktifitas jalan masyarakat setempat tidak terganggu lagi akibat dari pemagaran jalan yang dimaskud. Adapun alasan Renawatie Setiawan menutup jalan akses masuk ke tanah perumahan Penggugat dan Jalan ke tanah masyarakat, adalah karena memiliki Sertipikat Hak Milik SHM yang dikeluarkan oleh Tergugat KEPALA KANTOR PERTANAHAN KOTA PEKANBARU, akan tetapi pada saat itu Penggugat tidak percaya Tergugat berani mengeluarkan Keputusan untuk memberikan Sertipikat di atas jalan umum, oleh sebab itu Penggugat melakukan pengecekan kepada Tergugat melalui surat. Penggugat menerima surat jawaban, dan merasa kaget ternyata Tergugat mengakui telah menerbitkan Sertipikat di atas jalan akses masuk ke tanah perumahan Penggugat dan jalan masuk ke tanah masyarakat berdasarkan surat Tergugat tanggal 28 Desember 2011 yang menyatakan “Bahwa benar Ir. Renawatie Setiawan mempunyai sebidang tanah sesuai dengan Sertipikat Hak Milik No. 2065 dengan alas hak Surat Keterangan Ganti Kerugian Nomor Register tanggal 5 Februari 2005 yang mana berada diatas jalan keluar menuju ke Jalan Siak II.” Surat Keputusan berupa penerbitan Sertipikat Hak Milik diatas jalan umum atau jalan masuk ke perumahan milik Penggugat atau akses jalan masuk ke tanah masyarakat yang diterbitkan oleh Tergugat, dinilai merugikan Penggugat dan merugikan kepentingan umum oleh sebab itu berdasarkan Pasal 53 ayat 1 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Penggugat memiliki kepentingan untuk mengajukan gugatan di PTUN Pekanbaru. Surat Keputusan Tergugat yang menerbitkan Sertipikat diatas badan jalan umum bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yaitu Pasal 6 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang mengatur norma “Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial.” Pasal 12 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, mengatur “Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali meliputi a. Pengumpulan dan pengolahan data fisik; b. Pembuktian hak dan pembukuannya; c. Penerbitan sertipikat; d. Penyajian data fisik dan data yuridis; e. Penyimpanan daftar umum dan dokumen.” Tindakan Tergugat yang menerbitkan Sertipikat diatas jalan umum juga melanggar Azas-Azas Umum Pemerintahan yang Baik yaitu azas tidak cermat dan tidak teliti, dengan demikian tindakan Tergugat telah melanggar ketentuan Pasal 53 ayat 2 butir a Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara “Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.” Terhadap gugatan tersebut, PTUN telah mengambil putusan, yaitu Putusan Nomor 05/G/2012/PTUN-Pbr Tanggal 19 Juli 2012, dengan pertimbangan hukum serta amar putusan sebagai berikut “Menimbang, ... Majelis Hakim berkesimpulan bahwa objek sengketa dikeluarkan tidak berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku serta telah melanggar Azas-Azas Umum Pemerintahan yang Baik, khususnya azas kecermatan, sehingga sangat beralasan hukum untuk menyatakan batal Sertipikat Hak Milik; DALAM POKOK SENGKETA 1. Mengabulkan gugatan Penggugat seluruhnya; 2. Menyatakan batal Surat Keputusan Tergugat berupa Sertipikat Hak Milik No. 2065/Kelurahan Labuh Baru Barat tanggal 14 September 2006, Surat Ukur No. 0256/2006 tanggal 25 Agustus 2005, Luas M2 atas nama IR. RENAWATIE SETIAWAN; 3. Memerintahkan Tergugat untuk mencabut Surat Keputusan berupa Sertipikat Hak Milik No. 2065/Kelurahan Labuh Baru Barat tanggal 14 September 2006, Surat Ukur No. 0256/2006 tanggal 25 Agustus 2005, Luas M2 atas nama IR. RENAWATIE SETIAWAN; 4. Memerintahkan Tergugat untuk menerbitkan Surat Keputusan yang baru berupa Sertipikat Hak Milik atas nama IR. RENAWATIE SETIAWAN seperti keadaan semula yaitu memberikan jalan masuk ketanah perumahan milik Penggugat dan ke tanah masyarakat.” Dalam tingkat banding atas permohonan Tergugat maupun Tergugat II Intervensi, putusan PTUN tersebut telah dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Medan dengan Putusan Nomor 150/B/2012/ Tanggal 06 November 2012. Selanjutnya Tergugat II Intervensi mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut “Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat “Bahwa Putusan Judex Facti sudah benar karena sertipikat hak milik yang menjadi objek sengketa diterbitkan atas dasar data fisik atau data juridis yang tidak akurat, yaitu tentang batas-batas tanah dan juga telah menghilangkan jalan umum yang terserap ke dalam sertipikat hak milik yang menjadi objek sengketa, sehingga jelas-jelas melanggar asas ketentuan formal & material; “Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, ternyata putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi Ir. RENAWATIE SETIAWAN tersebut harus ditolak;” “M E N G A D I L I “Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi Ir. RENAWATIE SETIAWAN tersebut.” … © Hak Cipta HERY SHIETRA. Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.
Jalan Umum adalah Jalan yang dipertuntukkan bagi lalu lintas umum. Pendirian bangunan di atas jalan umum tanpa hak dan merugikan kepentingan umum dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum. Mendirikan bangunan di atas jalan umum tanpa hak adalah merugikan kepentingan umum, sehingga orang yang dirugikan berhak menuntut ganti kerugian atas akibat yang ditimbulkan dari perbuatan tersebut. Dasar hukum nya terdapat pada Pasal 1365 KUH Perdata bahwa Tiap perbuatan melanggar hukum yang menimbulkan kerugian pada orang lain, mewajibkan pembuat yang bersalah untuk mengganti kerugian. Dengan berdirinya suatu bangunan diatas jalan umum maka akibatnya mengurangi fungsi jalan umum tersebut, mempersempit jalan umum atau akhirnya lalu lintas jalan umum untuk kendaraan roda dua tidak bisa berselisihan, apalagi untuk kendaraan roda empat bilamana adanya kebakaran maka jelas kendaraan roda empat tidak bisa melalui jalan umum tersebut, sehingga jelas hal ini merugikan merugikan kepentingan umum. Berdasarkan Undang-Undang Pokok-Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria UUPA, pada Pasal 6 yang menyatakan bahwa “Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial”. Menurut Penjelasan Umum UUPA tentang Dasar-dasar Hukum Agraria Nasional, bahwa hak atas tanah apapun yang ada pada seseorang, tidaklah dapat dibenarkan, bahwa tanahnya itu akan dipergunakan atau tidak dipergunakan semata-mata untuk kepentingan pribadinya, akan tetapi harus mempertimbangkan kepentingan umum atau kepentingan orang lain. Hal ini merupakan penerapan pasal 6 Undang Undang Pokok Agraria no. 5 Tahun 196 bahwa semua hak atas tanah memiliki fungsi sosial, tidak dibenarkan jika pemanfaatan tanah yang dimilikiya hanya di manfaatkan untuk kepentingan pribadi tanpa mementingkan kepentingan orang sekitarnya atau kepentingan umum apalagi kalau hal itu menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Pun kalau lah bangunan tersebut didirikan diatas hak tanah si pendiri, berdasarkan Pasal 667 KUHPerdata yang isinya “Pemilik sebidang tanah atau pekarangan yang terletak di antara tanah-tanah orang lain sedemikian rupa sehingga ia tidak mempunyai jalan keluar sampai ke jalan umum atau perairan umum, berhak menuntut kepada pemilik-pemilik pekarangan tetangganya, supaya diberi jalan keluar untuknya guna kepentingan tanah atau pekarangannya dengan kewajiban untuk membayar ganti rugi, seimbang dengan kerugian yang diakibatkannya.” Maka pihak yang tertutup jalan keluarnya berhak untuk menuntut kepada tetangga/pemilik pekarangan agar diberi akses jalan menuju tanah miliknya. Artikel Terkait Het Recht Hink Achter De Feiten AAN Views 675
hak atas akses jalan